25 Juni 2009

Biaya Kuliah Naik?

Oleh : Erik Aswandi

Akhir-akhir ini mahasiswa agak gerah. Bukan karena cuaca yang panas dan pengapnya ruangan kuliah. Bukan pula oleh tumpukan tugas yang belum selesai dikerjakan. Sebab kesemuanya adalah persoalan klasik yang pasti akan terus berulang kali terjadi dari tahun ke tahu.

Ini persoalan pembayaran. Kalau sudah berbicara pembayaran tentu berkaitan dengan uang. Dan uang telah menjadi hal yang vital dalam kehidupan manusia di zaman sekarang. Di mana, terkadang, kerta berharga bernama “uang” jika sudah berbicara, semua perkara tuntas. Setidaknya begitulah kekuatan uang.

Semenjak konversi IAIN menjadi UIN, perubahan terjadi di mana-mana. Bahkan sampai pada pembayaran kuliah sekalipun. Alhasil, biaya kuliahpun merangkak naik berlipat ganda. Lihat saja dalam brosur PMB tahun akademik 2009/2010. Mahasiswa baru khususnya, praktis harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Antara Rp 1.950.00,00 sampai dengan Rp 2.300.00. Dengan rincian pembayaran sebagai berikut ; SPP Rp 600.000,00, DPP Rp 600.000,00, biaya peningkatan kemampuan bahasa asing (arab dan inggris) Rp 400.000,00, Aplikasi teknologi dan informasi (TI) Rp 125.000,00, Perpustakaan Rp 300.000,00, Sosialisasi pembelajaran RP 150.000,00, Orientasi pengenalan kampus (OPAK) Rp 75.000,00, Silaturrahmi dengan wali dan mahasiswa baru? Rp 50.000,00. Jelas ini bukanlah biaya yang sedikit alias mahal!

Jika sudah demikian, maka masihkah kampus UIN ini berpredikat sebagai kampus rakyat? Tentu jawabannya tidak. Apa pasal? Sebab biaya tersebut sudah tak lagi merakyat. Sementara latar belakang mahasiswa UIN Sunan Kalijaga kebanyakan berstatus sosial menengah ke bawah. Mengambil istilahnya Karl Marx, kaum proletar.

Di zaman sekarang, menuntut ilmu bukanlah perkara mudah. Ilmu menjadi komoditas yang mahal harganya, yang harus dibeli dengan uang. Ketika mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Sementara kuliahpun sebenarnya bukanlah jaminan kesejahteraan masa depan. Apa lagi jika tak memiliki ketrampilan khusus. Sebab, disadari ataupun tidak, kuliah telah dijaidkan sebagai salah satu jalur untuk mendapatkan perkerjaan yang layak seusainya.

Di sisi lain, kapasitas atau kemampuan akademik tenaga pengajar masih dipertanyakan. Terkadang, mata kuliah yang disampaikan tak berbanding lurus dengan besarnya pembiayaan tersebut. Ini pekerjaan rumah (PR) bagi kita semua. Dengan mahalnya biaya kuliah, secara otomatis rakyat akan semakin sulit mengakses pendidikan formal di UIN khususnya. Lalu, untuk siapalah kampus ini? Anak pejabat, konglomerat, anak pengusaha kaya raya, atau apa? Mungkin benar kata orang, bahwa pendidikan telah dikomersialisasikan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar