25 Juni 2009

Prodi Baru : Antara Proyek dan Keilmuan

Pro dan kontra mengenai kehadiran prodi baru di UIN Sunan Kalijaga menyisakan berbagai pertanyaan. Di pihak yang pro menyatakan bahwa upaya ini dilakukan untuk mengembangkan keilmuan mahasiswa. Di sisi lain, yang kontra justru sebaliknya, bahwa keberadaan prodi baru dianggap upaya lain bagi para birokrasi menaikkan biaya kuliah. Di samping juga, mereka mengaggap ini merupakan sebuah proyek untuk menambah kantong yang kurang. Dan alasan ini bukan tanpa alasan, sebab, keberadaan prodi baru tersebut muncul semerta-merta. Tanpa ada suatu konfirmasi, khususnya kepada mahasiswa, bahkan hanya dalam waktu yang relatif singkat.


Anehnya lagi, kebingunan seakan menyertai pihak yang bertanggung jawab ketika ditanya tentang keberadaan prodi baru ini. Hampir tak satupun yang mampu mempresentasikan alasan mengapa harus didirikan prodi baru tersebut. Apalagi jika ditanya landasan epistemologisnya, malah justru kebingunan.


Keberadaan prodi baru, selayaknya untuk dipertimbangakan. Meskipun sudah diresmikan, namun masih ada upaya untuk menjelaskan secara lebih rasional. Bukan dengan segala pertimbangan pragmatis belaka. Sebab, mahasiswa sudah cukup cerdas dalam mengkritisi segala macam bentuk kebijakan birokrasi, terutama mengenai prodi baru.


Menurut penulis, keberadaan prodi baru menunjukkan beberapa hal ; Pertama, keengganan pihak Fakultas maupun birokrat UIN mempertahankan jurusan tersebut. Karena prodi baru hadir di suatu jurusan, Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) misalnya. Kedua, ketidakpedean para pelaku birokrasi dengan jurusan yang berlebelkan “islam”. Sebab kata (baca : islam) tersebut dianggap tidak kompetitif dalam persaingan pencarian kerja setelah lulus, bisa dikatakan menghalang. Hal yang tak semestinya terjadi pada kita sebagai umat Islam. Ketiga, tak menutup kemungkinan, keberadaan prodi baru tersebut merupakan sebuah proyek bisnis. Karena komersialisasi dalam bidang pendidikan bukan rahasia umum lagi. Jika memang pendidikan itu untuk seluruh rakyat Indonesia, maka biaya harus murah. Namun sebaliknya, jika biaya pendidikan malah justru mahal, orientasinya pun sudah berbeda. Terlepas itu karena alasan pengembangan keilmuan ataupun pengadaan sarana pendidikan. Keempat, keberadaan prodi baru tersebut, adalah upaya birokrasi untuk menggeser sekaligus menenggelamkan jurusan yang sudah dianggap tidak populer. Dan ini adalah masalah klasik pasca konversi IAIN menjadi UIN beberapa tahun silam.


Ibaratkan minuman teh di dalam sebuah gelas. Jika air teh tersebut dituangkan ke gelas yang lain, maka yang berubah adalah gelasnya. Begitupun kehadiran prodi baru tersebut. Yang dirubah birokrasi bukanlah esensinya (isi), melainkan permukaanya saja. Artinya, bahwa di dalam satu fakultas terdapat sekian jumlah dosen. Namun yang ingin diperbaiki birokrat bukan kualitas dan kapabelitas para tenaga pengajar tersebut. Melainkan wajah luar dari Fakultas tersebut yang dianggap tidak populer dan kurang menarik perhatian. Sehingga, agar menarik perhatian, maka dipoles dengan gaya baru, yaitun prodi baru dan dianggap lebih menjanjikan. Sementara tingkat kompetensi para dosen dalam menguasai suatu bidang keilmuan masih patut diragukan.


Penulis, E. Aswandi*, Pengamat kebijakan kampus UIN SUKA tinggal di Yogyakarta

2 komentar:

  1. ok, sebaiknya kita jangan selalu melihat kebelakang, kita jadikan saja motivasi pendorong untuk memajukan hari ini. karena pengalaman dan pengetahuan tidak maju kebelakang tapi kedepan. kita buat tangga demokrasi yang baru lagi, jangan biarkan orang-orang isalm terbelakang dan terjajah oleh kebodohan penguasa

    BalasHapus
  2. siap!
    saya, Rhetor bersama2 anggota, dan juga dengan dukungan seluruh mahasiswa UIN Suka akan terus berusaha untuk memunculkan Tangga Demokrasi baru.
    memang sahabat, kt tdk blh menyerah hanya karena punahnya TD (tangga demokrasi)
    sahabat, hari ini kt meski sudah mnmkan nama unutk pengganti tangga itu.
    saya, Rhetor hnya mampu mngntrkan tmn2 mhsswa pada pndangan kdpn.
    untuk selanjtnya terserah pada kita semua.
    mkasih Mrs. Blewah
    mhn dkngannya
    kt tak blh mati ideologi hnya karena sang penguasa.

    BalasHapus